Beberapa hal yang patut dikaji:
- 81% anak NTT menggunakan waktunya di rumah untuk nonton sinetron (Pos Kupang 17/11/2011)
- Siswa kelas IV SD tahu (hafal) sifat-sifat: komuutatif, asosiatif, distributive dari Teori Bilangan namun tidak mampu melakukan perkalian dan penjumlahan dalam operasi hitung campuran bilangan bulat sederhana. Apa lagi operasi hitung campuran bilangan pecahan. Orang tua harus merasa sedih dan cemas karena Matematika kini menjadi Ilmu Hafalan tak bermakna. Anak kita akan kalah dalam kompetisi era globalisasi.
- Ada siswa dengan nilai STTB dan Raport sangat bagus, tapi tak bisa apa-apa dalam pembelajaran. Siapa yang bisa mengatasi fenomena demiikian? HANYA SMP SMA TIMPOLMAS YANG BISA. Buktikan sendiri, atau menyesal kemudian hari.
- Orang tua yang tidak memperhatikan hasil belajar anaknya, anak itu akan tertinggal di belakang. Ia kalah bersaing setamat sekolah dan Ijazahnya sia-sia. Ia akhirnya menjadi budak di Tanah airnya sendiri. Ia menjadi pesuruh dari orang asing yang berbisnis di Indonesia dalam era globalisasi.
- Model pembelajaran di SMP/SMA Timpolmas telah membuktikan bahwa siswa lambat dapat dibantu hingga keluar dari kesulitan belajar individualnya, lalu melejit dalam jalur kompetisi. Ini terjadi karena pendampingan layanan belajar individual yang hanya ditemui di SMP/SMA Timpolmas. Tak akan anda jumpai di sekolah manapun se-NTT yang mengajar secara klasikal dan tradisional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar