Pratinjau

Yayasan pendidikan Lewohari diajak bangkit bersama Tim Pembina Olimpiade Emas untuk mengubah budaya pembelajaran (the habbit of leraning). Kami ingin mengembangkan budaya belajar sebagai hasil produksi ilmu (bukan sekedar proses mendapat ilmu). pada budaya belajar produksi ilmu, siswa belajar mengkonstruksi gagasan (ide) sesuai ilmu tersebut untuk membangun makna, memecahkan masalah hidup yang dihadapinya. Guru sebagai fasilitator, melaksanakan tugas scaffolding membantu siswa kalau diminta.

Gagasan siswa boleh berbeda dengan gurunya, karena siswa menempu proses yang berbeda, cara berpikir yang berbeda, atau cara pandang dari sudut yang berbeda. Kalau hasil siswa sama seperti yang tertera dalam buku maupun literature, patut disyukuri. Kalau berbeda lebih syukur lagi karena siswa telah memperoleh sesuatu yang baru, sesuatu yang lain dari pandangan dan anggapan umum selama ini. Disisni, siswa telah menciptakan sesuatu yang bermakna bagi dirinya, bahkan bagi ilmu pengetahuan.

Iklim seperti inilah yang mendorong Tim Pembina Olimpiade Emas untuk mendirikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ditangani Tim Pembina Olimpiade Emas 2008 NTT dalam kerja sama dengan Yayasan Pendidikan Lewohari. Di lembaga ini kami menerapkan pembelajaran dan model aktifitas kelas, sepenuhnya sebagai aktifitas siswa menggagas ide individualnya agar secara kreatif siswa memproduksi ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya mengapa kami menganggap proses belajar sebagai suatu proses memproduksi ilmu. Bukan proses konsumsi ilmu orang. Inti utama aktifitas kelas adalah melayani siswa belajar. Dengan kesadaran baru pulalah yayasan setuju menerima kata Timpolmas sebagai kosa kata baru singkatan dari Tim Pembina Olimpiade Emas untuk nama SMP dan SMA Timpolmas.