Emiliana Ingi Namang
Kepala Sekolah SMA TIMPOLMAS Kupang
Kabupaten Lembata dihuni kurang lebih 100 ribu jiwa yang tersebar di sembilan kecamatan. Kabupaten Lembata menyimpan banyak kekhasan yang tidak ditemukan di wilayah lain di NTT. Ada banyak tradisi yang tetap dijaga dari jaman dahulu hingga sekarang walaupun telah tergerus di era digital sekarang ini. Tradisi-tradisi ini biasanya dilakukan untuk mensyukuri hasil panen, diantaranya ada pesta kacang, ritual makan jagung, ritual menangkap ikan khas warga Desa Lewolein, dan berburu paus di Laut Sawu oleh nelayan Lamalera.
Salah satu tradisi yang kurang dikenal oleh masyarakat di NTT tapi masih terus bertahan adalah Tun Kwar.
Tradisi ini merupakan bentuk ucapan syukur semua masyarakat atas hasil panen yang telah didapat selama setahun. Makan jagung muda atau jagung tua di kebanyakan tempat di wilayah NTT sudah lumrah. Ketika jagung muda dipanen, petani atau pemilik tanaman memetiknya. Jagung dibakar, jagung direbus atau dicampur dengan jenis sayuran lain yang sangat enak dimakan. Sedangkan jagung tua dipanen dan disimpan di wetak (lumbung). Selain jagung juga ada padi, ubi-ubian dan kacang-kacangan, makin banyak hasil panen yang disimpan di wetak, petani merasa lebih nyaman untuk hidup keluarganya.
Perjalanan menuju Kecamatan Atadei memakan waktu sekitar 2 jam. Keberangkatan dimulai dari Pelabuhan Larantuka menuju Pelabuhan Lembata menggunakan pelayaran laut kapal cepat Ina Maria dengan harga tiket Rp. 100.000/orang. Perjalanan melalui kapal ini tergolong aman dari ombak, karena alur yang dilalui diapit oleh dua pulau, persis di sebelah kiri dan kanan. Perjalanan dari Larantuka ke Lembata ini memakan waktu sekitar 1 jam 20 menit.
Sesampainya di Lembata, perjalanan dilanjutkan menuju Kecamatan Atadei, khusus Desa Lusilame yang ditempuh menggunakan bus dengan harga tiket Rp. 30.000/orang. Perjalanan ini ditempuh selama kurang lebih 2 jam dengan kondisi jalan yang masih butuh perhatian dari pemerintah setempat. Desa – desa yang dilewati dari kota Lewoleba adalah desa Nawawekak dan desa – desa lain, dan ada tempat menarik bernama Knale, dimana tempat ini merupakan tempat persinggahan sehingga disediakan tuak putih, jagung titi, kacang tanah, bengkuang, nenas, papaya dan lain-lain.
Perjalanan dilanjutkan dan setelah melewati Knale akhirnya masuk ibu kota kecamatan Atadei yaitu Kalikasa. Selanjutnya desa Karangora, Atalojo, Bauraja, watuwawer (Desa dengan Dapur Alam), dan akhirnya sampai pada desa Lusilame (Atawolo). Suku – suku yang ada di desa Lusilame terdiri dari suku Dolun Lemolu dan Roning, Henakin dan Tolok, Namang Bnat Lolo dan Lajar, Namang Bnat Lenge dan Dolun Tuwa, Within dan Nuban Banawua, Nubepuke dan Langun Tuwa, Nuban Banaora, Koles, Karang, Mehan, Lamalangu/Lamaluo, Namang Malaulolo.
Bagi warga Kecamatan Atadei pada khususnya dan Lembata pada umumnya, jag yang dipanen dan hendak dimakan harus didahului oleh ritual adat. Tradisi ini hanya ada di Kabupaten Lembata-NTT.
Dalam tradisi warga Atadei, anak laki-laki sulung yang menurut hierarki keluarga dinobatkan menjadi pemangku rumah adat tidak boleh memakan jagung dan kacang sebelum melakukan Tun Kwar (ritual makan jagung). Bahkan seumur hidup, ia tak boleh makan hasil olahan jagung apapun tanpa didahului oleh ritual Tun Kwar.
Tradisi ini berlangsung di setiap suku dengan jadwal yang disesuaikan dengan kondisi kematangan jagung. Tradisi Tun Kwar tidak digelar secara serentak dengan jumlah massa yang banyak. Tradisi ini adalah warisan dari nenek moyang sejak dulu dan terus berlangsung sampai saat ini. Sifatnya terbatas karena melibatkan satu atau dua suku yang memiliki tradisi dan kebiasaan yang mirip.
Jika tun kwar sudah digelar, semua orang dalam suku itu bebas mengkonsumsi jagung muda. Sebelum tun kwar digelar maka kepala suku dan tukang tuang tuak tidak dibenarkan mengkonsumsi jagung muda. Hal ini diyakini jika ada suku yang melanggar tun kwar dengan mengkonsumsi jagung muda, maka akan mendapat kutukan berupa sakit, gagal panen dan lain – lain.
Bahan – bahan utama dalam tradisi tun kwar adalah “jagung muda dan ikan kero kering”, sedangkan pelengkap yang juga wajib berdampingan adalah tuak tapor (tuak kelapa) dan sirih pinang. Semua bahan disiapkan pemangku rumah adat. Semua bahan makanan ini diletakkan di dalam kehaler (dulang dari anyaman daun lontar). Tukang tuang tuak akan menuang tuak dengan menggunakan konok (wadah dari tempurung kelapa) untuk kepala suku sebagai awal dari ritual tun kwar.
Terkait tradisi bakar jagung ini adalah ungkapan syukur dari semua masyarakat atas hasil panen yang sudah didapatkan selama setahun berjalan. Yosep Ope Ado Namang, merupakan salah seorang pemangku rumah adat di dalam suku Namang Nalaulolo di Desa Lusilame, mengungkapkan, semua suku yang ada di desa Lusilame yang masih punya rumah adat wajib melakukan tun kwar. Tanpa ritual ini, anak sulung pemangku rumah adat tak bisa makan jagung seumur hidup. Istri dan anak bisa makan jagung seperti biasa, tetapi saya tidak bisa makan sebelum ada ritual ini. Semua pemangku rumah adat di desa Lusilame memegang teguh ritual ini. Anak laki-laki yang sulung akan mewarisi lagi ritual ini ketika orangtuanya tak kuat lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar